Senin, 03 Maret 2008

Sorot kasus lingkungan dan hak rakyat di awal tahun 2008

Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan

WALHI SULSEL

  1. PP No. 02 Tahun 2008 tentang Jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada departemen kehutanan.

Peraturan ini dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 4 Februari 2008. Dimana SBY berkilah bahwa, PP tersebut diperuntukkan untuk ke 13 perusahaan yang telah menambang di hutan lindung dengan legalitas Perpu Nomor 1 tahun 2004, padahal secara tegas dapat dilihat dalam PP tersebut sama sekali tidak mengatur tentang ke 13 perusahaan tersebut. Dengan PP tersebut pemerintah RI telah menyewakan hutan kita kepada para investor sekitar Rp.120-Rp.300/meter atau Rp.1,2 juta –Rp.3 Juta/Ha. Tentunya dengan PP ini akan menambah kehancuran hutan Indonesia yang memang sudah diambang kritis, dan hilangnya wibawa bangsa Indonesia dimata International apalagi pasca Konferensi PBB tentang pemanasan global di Bali Desember silam.

  1. Tambang Karst di Kab. Maros dan Pangkep

Tanggal 18 Oktober 2004, kawasan Bantimurung-Bulusaraung telah dikonversi pemerintah menjadi sebuah taman nasional (TNBB) dengan luas 43.750 Ha, yang terdiri atas cagar alam seluas 10.282,65 Ha, taman wisata alam 1.624,25 Ha, hutan lindung 21.343,10 Ha, hutan produksi terbatas 145 Ha, dan hutan produksi terbatas 145 10.335 Ha. Penetapan kawasan tersebut ditetapkan dalam surat keputusan menteri kehutanan SK.398/Menhut-II/2004. Dengan demikian, resmi sudah kawasan Bantimurung-Bulusaraung menjadi sebuah taman nasional. TNBB terdiri atas 3 kawasan konservasi yakni, cagar alam Bulusaraung, cagar alam Karaengta, dan cagar alam Bantimurung.

Pada Kawasan TN ini terdapat rangkaian pengunungan Karst baik didalam maupun diluar kawasan TN.

Sejak perubahan status kawasan, TANBABUL bukannya tidak didera beberapa masalah.

Pertama : Tidak semua kawasan Karst kelas I masuk dalam TANBABUL

Kedua : Lebih dari 10 tahun sudah puluhan perusahaan marmer dan semen beroperasi disekitar TANBABUL dalam kawasan Karst kelas I. Praktek penambangan ini dilegalkan oleh pemerintah Provinsi dan daerah tanpa dasar hukum yang jelas. Indikasinya adalah Pemerintah tidak mempunyai dasar untuk memberi izin penambangan dikawasan Karst kelas I. Motif dari pemberian izin penambangan ini adalah Pemerintah Provinsi Sulsel serta Pemda ke-2 wilayah tersebut tunduk pada kepentingan industri.

3. Penjualan Lapangan Karebosi

Siapa sangka public space (Lap. Karebosi) yang menjadi kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan akhirnya harus berakhir tragis. Kawasan Lapangan Karebosi sebagai sarana umum telah diperjualbelikan oleh Walikota Makassar (Ilham A. Sirajuddin) kepada perusahaan PT. Tosan Permai Lestari (Bang. Hasan/Pemilik MTC).

Lapangan milik rakyat tersebut akan dijadikan lahan bisnis (pada lantai bawah) sehingga dengan demikian jelaslah bahwa, revitalisasi yang dimaksud Walikota Makassar sama dengan Komersialisasi.

4. Perampasan Tanah Rakyat Kassi-kassi

Kemenangan warga Kassi-kassi di Pengadilan Negeri Makassar akhir 2007 kembali ternodai dengan ulah penggugat (Rizal Tandiawan/PT. Sinar Galesong Pratama) yang kemudian dengan sengaja menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi Sulsel yang di indikasikan bermain dengan juru sita/panitera PN Makassar. Kenyataan bahwa pengadilan dalam negeri masih dikuasai oleh Mafia Peradilan membuktikan kepada publik bahwa peradilan Indonesia belum berpihak pada rakyat.

Isu-isu lainnya

  1. Perkebunan Sawit Skala besar mengancam hutan Luwu Utara dan Luwu Timur
  2. Sengketa Tanah pertanian antara masyarakat Sidrap dan PT. Margareksa contoh kolonialisme baru
  3. Pemerintah lebih memilih PLTA Malea dari pada masyarakat adat Tana Toraja
  4. DAM Bili-bili proyek utang yang gagal dan menyengsarakan rakyat
  5. Balai Diklat Kehutanan merampas tanah/hutan rakyat di Tabo-tabo Kab. Pangkep
  6. PT. Bahana Cipta, tak tahu malu, diusir masyarakat Tondong Tallasa, Pangkep tetap ngotot ingin menambang.

Tidak ada komentar: